Amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bahwa pendidikan agama diberikan kepada semua peserta didik di satuan pendidikan formal pada semua jalur dan jenjang. Kebijakan ini memberi peluang kepada setiap peserta didik untuk mempelajari dan memahami ajaran agama yang dianutnya. Dengan demikian, dari lembaga pendidikan diharapkan lahir orang-orang yang cakap sesuai dengan tingkatannya dan memiliki sikap dan perilaku religius.
Predikat religius dimaksud tidak hanya pada aspek pengetahuan, tetapi juga penghayatan dan pengamalannya. Integrasi ketiga aspek itu dinyatakan secara eksplisit pada tujuan pendidikan agama sebagaimana yang dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007. Tujuannya yaitu berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Tujuan tersebut sejalan dengan ketentuan UU Sisdiknas yang mengharuskan agar murid diajar oleh guru agama yang menganut agama yang sama. Ketentuan ini mengukuhkan kedudukan guru sebagai pembimbing sekaligus sebagai model bagi murid-muridnya. Guru membimbing murid-muridnya dalam mengidentifikasi nilai-nilai agama. Selanjutnya, guru mengelaborasi nilai dengan beragam metode dan teknik penyampaian disertai dengan praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian nilai-nilai agama tidak hanya berada pada tataran ide atau cita, tetapi juga pada tataran realita atau fakta.
disadur dari REPUBLIKA.CO.ID,
oleh M.Hamdar Arraiyyah, Kapuslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar